Sinopsis:
Dulunya, Arkan dan Rani adalah sepasang kekasih. Tiba-tiba, di sebuah taman kota, Arkan mengikrarkan bahwa mereka harus berpisah.
Dua bulan telah berlalu. Sekarang, meskipun mereka satu kelas, Arkan tidak pernah lagi menyapanya. Kadang, memang selucu itu; mereka yang dulu bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengobrol tentang apa pun, kini bahkan tidak tahu bagaimana caranya mengucapkan ‘hai’ atau ‘selamat pagi’.
Rani tahu Arkan membencinya. Rani tahu ini kesalahannya. Tapi Arkan seharusnya mendukungnya. Dia sedang berusaha bertahan hidup.
Dengan segala kemampuannya, dengan segala perisai dan kekuatannya, Rani berusaha bertahan dan berdiri tegak.
Tuhan selalu tahu bagaimana cara membuat hidup lebih bermakna. Dan, Tuhan paling pandai membuat kejutan di setiap lembar kehidupan.
“Kadang, memang selucu itu, mereka yang dulu bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengobrol tentang apa pun, kini bahkan tidak tahu bagaimana caranya mengucapkan ‘hai’ atau ‘selamat pagi’.”– hlm. 15
Rani, dia tak pernah menyangka jika orang yang dia cintai tiba-tiba berubah menjadi orang yang dia benci. Arkan, laki-laki ini dulu begitu memujanya. Namun, waktu membawa dia pergi. Memujanya? Tidak! Sekarang Arkan membuat hidup Rani seperti di neraka.
Rani bisa mengerti jika Arkan membencinya. Namun, apa perlu Arkan memperlakukannya seperti itu? Rani tak seperti apa yang Arkan duga. Dia tak sekotor yang Arkan pikirkan. Sayangnya, Rani tak bisa mengatakan apa yang sebenarnya.
“Lo benci karena merasa gue khianatin? Tapi, bahkan lo nggak mau dengar cerita yang sebenarnya, Ar. Lagi pula, kita udah putus, udah nggak ada hubungannya lagi. Dan, lo udah nggak pantas mengusik apa pun dalam kehidupan gue.” - Rani - hlm 136
Seperti bertemu oase di tengah gurun, kehadiran Gibran benar-benar berarti untuk Rani. Setelah kehilangan satu-satunya sahabat – Jean – Gibran-lah yang ada untuknya. Itu saat Gibran tak tahu apa yang dilakukan Rani di belakang semua orang. Itu saat Gibran belum mengetahui fakta dari setiap isu yang menguar di sekolah.
Bagaimana jika Gibran akhirnya tahu? Apakah dia akan menjadi kubu Arkan? Lalu, bagaimana jika Rani akhirnya menemukan apa yang sebenarnya ada di benak Arkan, mampukah dia memahami setiap tindakan Arkan yang terus menyakitinya?
“Ada yang bilang cinta itu buta, cinta tak punya mata. Dia hanya punya insting dan juga rasa, untuk menentukan arah ke mana dan mencari titik nyaman yang serupa.” – hlm. 314
Ini seperti teka-teki silang. Satu saja jawaban ditemukan, maka kamu akan menemukan jawaban-jawaban yang lainnya. Dan, saat semua terjawab, tinggal bagaimana mereka memutuskan jalan mana yang akan mereka tempuh.
Penulis: Erisca Febriani
Penerbit: Inari
ISBN13: 9786027432291
Format: .pdf
Filesize: 35MB, 22MB, 53MB
Part 1
Part 2
Part 3
3 komentar
Kok nggak lengkap kak halamannya?
Maaf yah ketinggalan... Hehehe... Sudah kami perbarui...
Makasih kak
EmoticonEmoticon